Gender mainstreaming is one of development strategies which implemented to achieve gender equality, through integration of experience, aspiration, need and problems of women and men in the planning, implementation, monitoring and evaluation of all policies, programs, projects and activities in various development sectors.
Gender mainstreaming is aimed at ensuring that women and men have equal access to participate in, control, and obtain benefit equally in development.
By implementing gender mainstreaming, gender probles could be identified through the gender gap.
Thus, the final objective of gender mainstreaming is to narrow and even alleviate the gender gap.
PUG adalah salah satu strategi pembangunan yang diimplementasikan untuk mencapai persamaan dan keadilan melalui integrasi pengalaman/ peritiwa, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan wanita dan laki-laki dalam perncanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi seluruh kebijakan, program, proyek dan kegiatan-kegiatan dalam sektor pembangunan yang beragam.
PUG diarahkan untuk memastikan bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai kesamaan akses untuk berpartisipasi, mengawasi dan memperoleh keuntungan yang sama dalam pembangunan. Dengan implementasi PUG, permasalahan gender dapat diidentifikasi melalui gap (celah) gender sehingga tujuan akhir dari pengarusutamaan gender adalah mempersempit dan bahkan meminimalisir celah gender.
CONTOH BENTUK KETIDAK ADILAN GENDER :
Sebuah posisi atau peran yang dinilai lebih rendah dari peran yang lain. Ketidakadilan gender melihat bahwa ada penilaian posisi atas peran perempuan dalam masyarakat yang dianggap lebih rendah dari posisi atau peran laki-laki
Peminggiran peran ekonomi perempuan dengan asumsi bahwa perempuan adalah pencari nafkah tambahan serta peminggiran peran politik perempuan dengan asumsi bahwa perempuan tidak bisa menjadi pemimpin yang mengakibatkan proses pemiskinan terhadap peran kaum perempuan.
Masuknya perempuan di sektor publik tidak senantiasa diiringi dengan berkurangnya beban mereka di dalam rumah tangga. Peran reproduktif perempuan dianggap hanya menjadi tanggung jawab perempuan,sehingga pada keluarga yang mengharuskan permpuan untuk bekerja mencari nafkah di luar rumah tetap harus bertanggungjawab terhadap pekerjaan rumah tangganya.
Peran gender telah membedakan karakter perempan dan laki-laki. Pembedaan karakter sering memunculkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan perempuan feminin, lemah, dan secara keliru telah diartikan sebagai alasan untuk memperlakukan secara semena-mena berupa tindakan kekerasan fisik maupun non fisik
Stereotype adalah pemberian label atau cap yang dikenakan kepada seseorang sehingga menimbulkan anggapan yang salah.
Isu Gender di Lingkungan Kementerian Keuangan :
Selama ini sudah cukup banyak capaian Kementerian Keuangan terkait dengan pengarusutamaan gender, antara lain:
Hakcipta © 2016 - labbcjakarta.beacukai.go.id | Laboratorium Bea Cukai Jakarta
Lab Bea Cukai Jakarta : Jl. Letjend Soeprapto No.66 - Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Jakarta - 10520